Sejarah perang Dunia I

Sejarah perang Dunia I - PD I dimulai setelah peristiwa Pangeran Franz Ferdinand dari kerajaan Austro-Hongaria (sekarang Austria) bersama istrinya, dibunuh di kota Sarajevo, Bosnia, oleh anggota kelompok teroris Serbia, yang menamakan dirinya Gavrilo Princip. Bosnia merupakan kawasan negara Austria yang dituntut oleh Serbia, salah satu negara kecil di wilayah Semenanjung Balkan, dimana pembunuhan itu telah direncanakan sebelumnya.

Dengan bantuan dari Jerman, Austria-Hungaria memutuskan melakukan perang terhadap Serbia. Tidak pernah terjadi sebelumnya konflik yang sebesar ini, baik dari segi jumlah tentara yang dikerahkan dan dilibatkan, ataupun jumlah korban yang jatuh.Senjata kimia digunakan untuk pertama kalinya pada perang ini, pemboman massal warga sipil dari udara dilakukan, dan banyak dari pembunuhan massal berskala besar pertama pada  abad 19 berlangsung saat perang ini. Empat dinasti kerajaan, Habsburg, Romanov, Ottoman, dan Hohenzollern, yang memiliki akar kekuasaan kuat hingga zaman Perang Salib, seluruhnya jatuh setelah perang besar ini.

Austria-Hungaria menyerang negara Serbia pada 28 Juli 1914. Rusia membuat kesepakatan untuk membantu Serbia dan diserang oleh Jerman. Perancis pun turut serta membantu Rusia dan diserang juga oleh  Jerman. Untuk tiba di Paris dengan secepat mungkin, tentara Jerman lalu menyerang Belgia, dan kemudian Britania (Inggris) menyerang Jerman juga.Pada awalnya, Negara Jerman memenangkan peperangan tersebut, akan tetapi Perancis, Britania, serta Rusia terus menerus menyerang. Jerman, Austria-Hungaria, dan sekutunya disebut “Blok Sentral”, dan negara-negara yang menentang mereka dinamai “Blok Sekutu”.

Sewaktu peperangan berlanjut, negara lain pun ikut campur tangan. Hampir semuanya memihak kepada blok Sekutu. Pada tahun 1915, Italia akhirnya bergabung dengan Sekutu karena ingin menguasai negara Austria. Dan pada tahun 1917, Amerika Serikat ikut pulamemasuki kancah peperangan, dan memihak kepada blok Sekutu.
Meskipun Tentera Sekutu sangat kuat dan besar, Jerman terlihat sepertinya akan segera memenangkan peperangan tersebut. Setelah tahun 1914, Jerman pun akhirnya menguasai Luxemburg, hampir seluruh daratan Belgia, serta sebagian dari wilayah Perancis utara.

Jerman juga menang di Barisan Timur, ketika usaha dari Rusia gagal. Akan tetapi, menjelang tahun 1918, pasukan Jerman akhirnya mengalami kelelahan. Perbekalannya tidak mencukupi untuk perang dan timbul pergolakan sosial di dalam negerinya sendiri.

Di dalam Perjanjian Versailles yang ditandatangani pasca Perang Dunia I, pada tanggal  12 Januari 1919, Jerman akhirnya menyerahkan tanah-tanah jajahannya dan sebagian dari wilayah Eropa-nya. Polandia dibebaskan dan akhirnya mendapat wilayah Posen (sekarang kota Poznan), sebagian wilayah Silesia, serta sebagian lagi Prussia Barat.

Wilayah Alsace dan Lorraine yang sebelumnya dikuasai oleh Jerman dikembalikan ke Perancis. Kerajaan Perancis juga dapat menguasai kawasan Saar selama 15 tahun. Perjanjian ini juga memastikan Rhineland berada dibawah pendudukan Tentera Sekutu selama 15 tahun. Jumlah pasukan tentara Jerman harus di perkecil tidak melebihi 100.000 orang, dan dilarang memiliki pasukan udara. Jerman juga harus membayar rampasan perang kepada Tentara Sekutu sebanyak  £6.600 juta.

Diperkirakan sekitar 8.6 juta korban jiwa jatuh dalam Perang Dunia I. Blok Sekutu kehilangan sebanyak 5.1 juta jiwa, sementara Blok Sentral sebanyak  3.5 juta jiwa. PD I tersebut telah mengakibatkan kehancuran yang sangat luar biasa terhadap negara-negara yang ikut terlibat.

Sejarah kota Konstantinopel, kota dagang terbesar di dunia

Sejarah kota Konstantinopel, kota dagang terbesar di dunia - Kemenangan gemilang  pasukan Islam dari Kesultanan Turki terhadap pasukan Romawi Timur (Kristen) dalam Perang Salib yang awali dengan direbutnya kota pelabuhan terbesar saat itu, yaitu Konstantinopel, ibukota Romawi, membuka sejarah peranan dari negara dengan ideologi Islam ke dalam percaturan politik antar bangsa. Kemenangan pasukan Islam tersebut dalam perjalanan sejarah berikutnya akan  menjadi pemicu terjadinya kegiatan  imperialisme dan kolonialisme di masa berikutnya. Diambil alihnya kota Konstantinopel, yang namanya kemudian diganti menjadi  kota Istanbul, oleh para penakluk Turki menyebabkan revolusi pola arus perdagangan antara Dunia Barat dengan Dunia Timur.
Setelah jatuhnya Konstantinopel ke tangan Kesultanan Turki, arus pelayaran di sekitar wilayah Mediterania praktis dimonopoli secara mutlak oleh Turki. Hal ini berakibat pada terhalangnya interaksi antara dunia Barat dan Timur, apalagi dengan permusuhan yang terjadi antara Turki (Islam) dan Barat pasca Perang Salib. Jatuhnya kota Konstantinopel kemudian menghadirkan kesan isloasi bagi dunia Barat. Perdagangan yang sebenarnya terjadi antara dua pihak, yaitu Barat dan Timur kini telah menghadirkan sosok Turki sebagai pihak ketiga, sebagai jembatan dalam proses dagang tersebut. Implikasinya tentu saja pada harga komoditas yang diperjual belikan, yang menjadi agak mahal dari sebelumnya. Sementara pada waktu  itu, Barat, dalam hal ini Eropa, belum menjadi kawasan yang makmur dan maju seperti halnya Eropa abad XVIII ataupun hari hari sekarang ini. Pada masa itu, Eropa masih berada di bawah bayang – bayang zaman feodalisme serta kuasa absolut dari gereja.

Kemenangan gemilang Turki dan pasukan Islam di Konstantinopel, menampilkan kekuatan baru dalam hubungan antar bangsa. Mereka berhasil mendobrak dominasi negara negara Eropa dan doktrin keras gereja, hal mana yang sekaligus memicu kebangkitan bangsa Eropa dalam mengidentifikasi ketertinggalannya dari negara negara Arab. Maka dimulailah sebuah tahapan baru dalam pola interaksi antara Barat dan Islam, yang lebih banyak terjadi karena adanya faktor permusuhan di antara kedua belah pihak. Islam pasca kejatuhan kota Konstantinopel menjadi ancaman yang nyata sekaligus kekuatan yang paling menakutkan bagi Eropa saat itu. Apalagi dengan jatuhnya Konstantinopel, maka lahirlah sebuah imperium besar yang luas wilayahnya terbentang di seluruh kawasan Timur Tengah, sampai Afrika Utara, hingga memasuki wilayah Eropa.

Sementara di waktu yang bersamaan, Gereja Katholik Roma masih sangat kesulitan dalam mengumpulkan kekuatan Eropa dalam usahanya menangkal pengaruh Islam. Secara garis besar, hanya ada sedikit kekuatan negara yang bisa menggoncang Turki dan keseluruhannya berada di kawasan Eropa Timur (Timur Dekat, dalam sudut pandang Eropa), seperti Kekaisaran Austria-Hongaria, Kekaisaran Rusia, dan Persia.

Kebangkitan Eropa
Menyadari ketertinggalanya dari kesultanan Turki dan Dunia Arab, Eropa lalu berbenah diri. Di awali dengan Revolusi Gereja lewat prakarsa Martin Luther lewat protestanismenya, dan kemudian secara “tidak sengaja” merangsang dan menumbuhkan semangat liberalisme dari bangsa Eropa yang selama ini dipasung dalam bayang – bayang feodalisme borjuis dari bangsawan – bangsawan Eropa. Spirit liberalisme kemudian menawarkan sebuahkonsep sistem yang tentunya lebih baik lewat penghargaan atas hak – hak individu dari setiap manusia. Maka dimulailah sebuah fase perlawanan masyarakat Eropa dalam mendobrak dominasi dari Gereja dan Paus. Eropa pun mulai menjalani pencerahan, dan setiap orang mulai merasa bebas lalu memikirkan berbagai solusi untuk kemajuan tanpa harus khawatir akan doktrin dan dogma Gereja akan dosa dan neraka. Era ini lalu lebih dikenal sebagai zaman pencerahan.
Selanjutnya Eropa memasuki babak renaissance, di mana berbagai macam pemikiran dan buah pikiran baru bermunculan, termasuk bagaimana cara mengembalikan kejayaan Eropa seperti yang telah dilakukan oleh bangsa Yunani dan Romawi pada masa lalu. Bagaimanapun, fakta sejarah dari kejayaan masa lalu ini tentunya menjadi semangat tersendiri dan sangat menantang untuk mengembalikannya ke tahtanya yang sebelumnya. Setelah itu  dimulailah  interaksi bangsa Eropa dengan dunia luar, dengan mereka yang melakukan perjalanan dan pelayaran ke Timur maupun Barat. Hal ini tentunya berkaitan pula dengan pengambilalihan kota Konstantinopel dari Tangan Eropa ke tangan Islam (Turki). Perjalanan Bangsa Eropa pertama kali kemudian dilakukan oleh pelaut bernama Bartholomeus Diaz dari negara Portugis yang berlayar ke Selatan untuk menemukan rute ke dunia Timur. Perjalanan ini mempopulerkan motto gold, gospel, and glory yang pastinya sangat ambisius, sekaligus menginspirasi paham imperialisme kuno bangsa Eropa ke seluruh belahan dunia.
Dalam perjalanannya ke Dunia Timur, bangsa Eropa senantiasa menundukkan setiap daerah yang mereka singgahi. Akan tetapi, dari setiap wilayah itu, hingga beberapa lama tidak satupun yang masuk daerah pendudukan masyarakat Islam. Daerah dengan masyarakat Islam pertama yang berhasil dimasuki adalah daerah Goa, di India. Akan tetapi, tidak terjadi penjajahan d sana. Barulah ketika sampai di wilayah Indonesia, kemudian terjadi penjajahan bangsa Eropa yang dimotori oleh Portugis dan Spanyol. Hal inipun masih diwajarkan, mengingat kekuatan politik Islam di Nusantara adalah kekuatan yang terpisah dari kekuatan Islam di Turki dan Timur Tengah.

Apa yang dilakukan oleh bangsa Eropa di Dunia Timur jelas merupakan upaya untuk tetap mempertahankan keseimbangan kekuatan antara Turki (Islam) dan Barat (Eropa). Apalagi, perbedaan di antara kedua budaya dan peradaban sangat dan semakin kontradiktif pasca berkembangnya protestanisme dan sekularisme.